Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Ada empat perkara yang selalu dibutuhkan oleh setiap insan: [1] Perkara yang disenangi dan dituntut keberadaannya, [2] Perkara yang dibenci dan dituntut ketiadaannya, [3] Sarana untuk bisa mendapatkan perkara yang disenangi dan diinginkan tersebut, [4] Sarana untuk menolak perkara yang dibenci tadi. Keempat perkara ini sangat mendesak diperlukan oleh setiap hamba, bahkan binatang sekalipun, sebab keberadaan mereka tidak akan sempurna dan menjadi baik kecuali dengan terpenuhinya itu semua (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 40).
Apabila hal itu telah jelas, maka patut untuk disadari bahwasanya Allah ta’ala merupakan sosok yang paling layak untuk disukai dan diharapkan. Sehingga seorang hamba akan senantiasa mencari keridhaan-Nya dan berusaha sekuat tenaga untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya. Sementara hanya Allah jua lah yang mampu menolong dirinya untuk terwujudnya itu semua. Adapun, penghambaan dan ketergantungan hati kepada selain-Nya jelas merupakan perkara yang dibenci dan membahayakan diri seorang hamba. Sementara hanya Allah jua lah yang mampu menolong dirinya untuk menolak bahaya itu darinya. Ini artinya, pada diri Allah ta’ala terkumpul keempat perkara yang diperlukan oleh setiap manusia (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 40).
Oleh sebab itulah, kebaikan dan kebahagiaan seorang hamba sangatlah bergantung pada perjuangannya dalam mewujudkan kandungan ayat ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ -hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan-. Ayat ini menggambarkan bahwa Allah merupakan sosok yang paling dicari dan dikehendaki, sekaligus menunjukkan bahwa Dia semata yang paling berhak untuk dimintai pertolongan untuk bisa meraih apa yang dikehendaki oleh hamba-Nya. Bagian yang pertama mengandung pokok tauhid uluhiyah, sedangkan bagian kedua mengandung pokok tauhid rububiyah (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 41).
Kedua pokok yang agung ini telah dipadukan oleh Allah di banyak tempat di dalam Kitab-Nya -selain dari ayat Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in tersebut- yaitu:
- Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” (QS. Huud: 123).
- Firman Allah ta’ala tatkala menceritakan ucapan Nabi Syu’aib ‘alaihis salam (yang artinya), “Tidak ada taufik bagiku kecuali dengan pertolongan Allah, kepada-Nya semata aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali/bertaubat.” (QS. Huud: 88)
- Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Bertawakallah kepada Yang Maha Hidup dan Tidak pernah mati dan bertasbihlah dengan terus memuji-Nya.” (QS. al-Furqan: 58)
- Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Berbaktilah kepada-Nya dengan sebenar-benar pengabdian -Dia lah- Rabb yang menguasai timur dan barat, tiada sesembahan -yang benar- selain Dia maka jadikanlah Dia sebagai penolong.” (QS. al-Muzammil: 8)
- Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah: Dia lah Rabbku, tiada sesembahan -yang benar- selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya lah tempat kembali.” (QS. ar-Ra’d: 30)
- Firman Allah ta’ala tatkala menceritakan ucapan orang-orang yang hanif para pengikut Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (yang artinya), “Wahai Rabb kami, kepada-Mu saja kami bertawakal dan kepada-Mu jua kami kembali serta kepada-Mu pula akhir dari segala urusan.” (QS. al-Mumtahanah: 4) (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 41-42)
Dari sinilah, kita bisa mengerti bahwa sesungguhnya tiada kebahagiaan bagi hati, tiada kelezatan yang hakiki, tidak juga kenikmatan ataupun kebaikan yang sejati untuknya kecuali dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan (ilah), satu-satunya pencipta dan menjadikan-Nya sebagai puncak harapan dan kecintaan, yang lebih dicintai oleh seorang hamba daripada segala sesuatu (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 40)
Dengan kata lain, dapat kita katakan bahwa dengan menjalankan ubudiyah/penghambaan sebenar-benarnya kepada Allah maka umat manusia akan merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Maka tidaklah mengherankan jika kita cermati bahwa ternyata ketika Allah menjelaskan mengenai tujuan hidup penciptaan mereka, hikmah mengapa para rasul diutus kepada mereka, mengapa kebencian dan permusuhan harus dialamatkan kepada musuh-musuh-Nya, semuanya bermuara kepada maksud yang sama yaitu mewujudkan ubudiyah kepada Allah semata yang pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan hidup bagi mereka.
Berikut ini ayat-ayat yang memperkuat itu semua:
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang menyerukan-; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan siapapun juga.” (QS. al-Kahfi: 110)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu; Apabila kamu berbuat syirik niscaya akan lenyaplah semua amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada teladan yang bagus pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan segala sesembahan kalian selain Allah. Kami mengingkari perbuatan kalian dan telah tampak jelas permusuhan dan kebencian antara kami dengan kalian sampai kalian mau beriman kepada Allah semata…” (QS. al-Mumtahanah: 4)
Sehingga ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya yang merupakan perwujudan konkret dari prinsip penghambaan kepada Allah pastilah akan membuahkan kebaikan dan kebahagiaan pada diri setiap hamba yang patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Berikut ini ayat-ayat yang menunjukkan realitas ini kepada kita semua:
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia pasti akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 70-71)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Thoha. Tidaklah Kami turunkan al-Qur’an ini supaya kamu celaka, melainkan sebagai peringatan bagi orang yang merasa takut, yang diturunkan dari Yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS. Thoha: 1-4)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu yang terbaik dan lebih bagus akibatnya.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.